Peran stakeholder dalam penyakit malaria dan PD3I

Peranan stakeholder dalam mengatasi penyakit Malaria dan PD3I

Stakeholder adalah “any group or individual who can affect or is affectd by the achivement of the organization’s objectives”. (Freeman,1984)

Jenis stakeholder dalam kesehatan adalah
1. Stakeholder aktif adalah stakeholder kunci, karena mempunyai wewenang resmi. Contoh stake holder aktif adalah Kementrian Kesehatan, Dinas Kesehatan, Kementrian pendidikan, Dinas Pendidikan dll.
2. Stakeholder pasif adalah stakeholder pendukung, karena sebagai kelompok target dari implementasi sistem kesehatan. Contoh stakeholder pasif adalah masyarakat publik dan swasta.

Peranan stake holder dalam mengatasi penyakit malaria

Malaria
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan. Vektor penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles sp. Bredding place nyamuk adalah tempat yang kontak langsung dengan tanah, contohnya kubangan air, kolam, sawah dan rawa.
Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. ( infeksi.com)
Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut. ( infeksi.com)
Peran stakeholder dalam penyakit malaria adalah
1. Petugas kesehatan ( entomolog dan sanitarian)
Petugas kesehatan (entomolog dan sanitarian) dapat berperan sebagai pihak yang secara teknis dalam penanggulangan nyamuk Anopheles sp. Penanggulangan nyamuk Anopheles sp dapat dilakukan berbagai cara salah satunya dengan pemutusan siklus hidup nyamuk. Dalam pemutusan siklus hidup nyamuk perlu memperhatikan kebiasaan nyamuk (entomolog). Sehingga petugas kesehatan tepat dalam penanggulangan vektor penyakit malaria.
2. Dinas kesehatan
Dinas kesehatan mempunyai peran sebagai stakeholder aktif yang memiliki kewenangan resmi. Sehingga peran yang diharapkan dari dinas kesehatan adalah program-program penanggulangan penyakit malaria berbasis lingkungan dan pengobatan (penyuluhan,pengendalian,dan pemberian gizi).
3. Dinas pendidikan
Dinas pendidikan mempunyai peran sebagai stakeholder aktif sehingga perlunya perencaan program pendidikan penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan yang salah satunya adalah penyakit malaria, sehingga pada usia dini siswa telah mengerti tentang penyakit malaria.
4. Dinas Peternakan
Dinas peternakan mempunyai peran sebagai stakeholder aktif, program-program yang berkaitan dengan pemutusan rantai nyamuk anopheles pada stadium larva. Sebab habitat hidup larva nyamuk tersebut di air yang langsung berhubungan tanah. Dimungkinan di daerah peternakan terdapat genangan air atau tempat minum yang dapat menjadi tempat hidup jentik nyamuk. Pemberian pengetahuan kepada peternak untuk aktif dalam pengendalian jentik nyamuk.
5. Dinas perkebunan
Dinas perkebunan berperan pula dalam program-program pemutusan rantai nyamuk anopheles yaitu pada stdium larva atau pun dewasa. Sebab pada daerah perkebunan dimungkinkan banyak terdapat genangan air yang dapat menjadi tempat hidup larva nyamuk anopheles. Program tersebut diberikan kepada para pengelola perkebunan yang bekerja di lapangan sehingga bila terdapat genangan air segera di tutup.
6. Dinas perikanan
Dinas perikanan berperan dalam program pendidikan kepada masyarakat yang mempunyai kolam untuk aktif dalam pengendalian nyamuk anopheles pad stdium larva. Sehingga bila di kolam terdapat larva langsung dilakukan pengendalian contohnya 3M atau ikannisasi dengan ikan predator (cupang,ikan mas)
7. Dinas pertanian
Dinas pertanian mempunyai peran sebagai stakeholder aktif, sehingga program-program yang erat kaitannya dengan penanggulangan penyakit malaria perlu diperhatikan. Karena jentik nyamuk Anopheles sp mempunyai tempat hidup di air yang kontak langsung dengan tanah sehingga bagi para petani atai lainnya jika terdapat jentik nyamuk di sawah, kolam dan lainnya untuk segera dilakukan pengendalian. Sehingga dinas perhatian perlu memberikan pengetahuan tentang penyakit malaria kepada petani.
8. Masyarakat
Masyarakat sebagai stakeholder pasif mempunyai peran untuk melaksanakan program dinas kesehatan yang salah satunya program PSN/ 3M, sehingga dengan kegiatan psn yang dilakukan oleh masyarakat juga akan membantu tugas-tugas dari petugas kesehatan.

PD3I
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, “Paradigma Sehat” dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain pencegahan penyakit. Salah satu upaya pencegahan penyakit menular adalah pengebalan ( Imunisasi ). Bahwa Imunisasi sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh, dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan.
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain : TBC ANAK, HEPATITIS B, DIFTERI, TETANUS, PERTUSIS, POLIO,dan CAMPAK.
Peran stakeholder dalam penyakit PD3I adalah

1. Kementrian kesehatan
Dalam hal ini kementrian kesehatan berperan sebagai penyandang dana dalam pelaksanaan program. Sehingga dengan adanya dana yang memadai program dapat terlaksana dengan optimal.

2. Dinas Kesehatan
Dinas kesehatan berperan dalam pengadaan imunisasi yang nantinya akan di salurkan ke puskesmas-puskesmas. Sehingga dalam program imunisasi perlu melihat kebutuhan imunisasi tiap puskesmas. Perlu diperhatikan pula kualitas imuniasi yang akan diberikan. Melakukan pula penyuluhan/promosi kesehatan akan pentingnya imunisasi dan penanganan KLB penyakit PD3I.
3. Dinas pendidikan
Dinas pendidikan berperan dalam mendukung program lima imunisasi dasar yang dilakukan di sekolah-sekolah sesuai dengan cakupan wilayah puskesmas. Sehingga perlu memperhatikan pentingnya imunisasi bagi siswa-siswi agar terhindar dari penyakit. Dengan siswa yang sehat maka proses belajar mengajar akan berjalan lancar dan prestasi siswa akan meningkat.
4. Masyarakat
Masyarakat berperan dalam aktif dalam mengikuti program imunisasi yang dilakukan baik di puskesmas atau di posyandu terdekat. Sehingga cakupan program imunisasi akan tinggi dan mengurangi kantong-kantong daerah yang memiliki endimisitas tinggi akan penyakit oleh PD3I.
5. Posyandu
Posyandu berperan untuk melaksanakan program imunisasi sesuai dengan jadwal program dan selalu menginformasikan kepada masyarakt untuk rajin dalam melakukan imunisasi. Serta menyediakan tempat sarana pelayanan masyarakat yang baik.
6. Kader kesehatan
Kader kesehatan berperan untuk memberikan informasi kepada manyarakat akan penting imunisasi serta mendaftar balita yang membutuhkan imunisasi yang kemudian dilaporkan ke puskesmas.
7. Puskesmas
Puskesmas berperan dalam memantau kegiatan imunisasi yang dilakukan di posyandu atau sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain. Serta memantau pemberian imunisasi kepada balita sudah sesuai atau belum.

Pendekatan epidemiologi

III. STUDI CROSS-SECTIONAL

Studi cross sectional adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan dan penyakit serentak pada individu-individu dari populasi tunggal, pada suatu waktu atau periode.
Model cross-sectional disebut juga studi prevalensi, karena yang diukur adalah prevalensi. Berbeda dari model terdahulu, dimana aksi agent dapat dinyatakan sebagai mendahului penyakit, maka dalam model ini baik agent dan penyakit diteliti pada saat yang sama.Model ini relatif lebih mudah, lebih cepat dan denga sendirinya menjadi lebih murah tetapi sulit menghubungkan antara faktor pemapar dengan prevalensi yang didapat. Dengan demikian, model ini tidak dapat digunakan untuk memperkirakan atau menguji hipotesa hubungan agent dan penyakit. Tetapi, penelitian ini berguna bagi suatu studi tentang suatu faktor yang bersifat permanen, misalnya bangsa, golong darah, karakteristik manusia dan keadaan demografi, keadaan sakit dan kebiasaan hidup yang dihubungkan dengan distribusi tas dasar manusia, jenis kelamin, dan bangsa.

KELEBIHAN
a. Memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum, tidak hanya pasien yang mencari pengobatan dan generalisasinya cukup memadai
b. Relatif mudah, murah dan hasilnya cepat diperoleh
c. Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus
d. Jarang terancam loss to follow up
e. Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian kohort atau eksperimen, tanpa atau sedikit sekali menambah biaya
f. Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang bersifat konklusif
g. Mengetahui prevalensi penyakit kronis, penyakit akibat kerja dan penyakit akibat terpapar oleh bahan racun
h. Memberi usaha informasi untuk usaha pencegahan
i. Dipakai sebagai pemula ( prerekuisit ) untuk studi longotidinal dan prospektif
j. Biasanya gampang menentukan cara analisisnya
k. Dapat digunakan untuk faktor risiko
l. Dapat digunakan untuk studi penyakit yang jarang terjadi


KEKURANGAN
a. Sulit untuk menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data risiko dan efek dilakukan pada saat yang bersamaan
b. Diperlukan seleksi sampel yang kuat
c. Study prevalens lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa sakit yang pendek, karena individu yang cepat sembuh atau cepat meninggal mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk menjaring dalam study
d. Dibutuhkan jumlah subyek yang cukup banyak terutama bila variabel yang dipelajari banyak
e. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insiden maupun prognosis
f. Tidak praktis untuk menggambarkan penyakit atau kasus yang sangat jarang
g. Mungkin terjadi bias prevalens dan bias insidens karena efek suatu faktor risiko bisa disalah tafsirkan sebagai efek/penyakit
RUMUS
Rasio Prevalens ( RP ) = (a/ ( a + b )) / c/ ( c + d )

INTERPRETASI
a. RP = 1 variabel yang diduga sebagai faktor risiko tersebut tidak ada pengaruhnya dalam hal terjadinya penyakit/netral
b. RP > 1 variabel yang diduga sebagai faktor risiko memang sebagai penyebab terjadinya penyakit
c. RP < 1 Variabel faktor risiko tersebut merupakan faktor protektif terjadinya penyakit

Contoh :
Hubungan kebiasaan merokok dengan frekuensi kasus hipertensi Di Puskesmas ngresep II , dengan menggunakan rancangan atau pendekatan cross sectional.
Langkah-langkah :
1. Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti dan kedudukanya masing-masing.
Variabel dependen (efek ) : frekuensi kasus hipertensi
Variebel independen (risiko ) : kebiasaan merokok
Variabel independent (risiko) yang dikendalikan : musim,pengetahuan,perilaku.
2. Menetapkan subjek penelitian atau populasi dan sampelnya.
Subjek penelitian : bapak. waktu : Juli dan cara pengambilan sampel : simpel random sampling. Tempat : semarang
3. Melakukan pengumpulan data, observasi atau pengukuran terhadap variabel dependen-independen dan variabel-variabel yang dikendalikan secara bersamaan (dalam waktu yang sama).
4. Mengolah dan menganalisis data dengan cara deskriptik dan analitik.

pendekatan Epidemiologi
II. STUDI KOHORT ATAU PROSPEKTIF
Studi kohort adalah rancangan studi yang mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok terpapar (faktor peneliti) dan kelompok tak terpapar berdasarkan status penyakit. Ciri-ciri studi kohort adalah pemilihan subyek berdasarkan satus terpaparnya dan kemudian dilakukan pengamatan dan pencatatan apakah subyek dalam perkembangannya mengalami penyakit diteliti atau tidak. Ciri lain adalah kemungkinan perhitungan laju insidensi (ID) dari masing-masingnkelompok studi. Ciri yang paling membedakan dari studi eksperimental adalah peneliti hanya mengamati dan mencatat paparan dan penyakit dan tidak dengan sengaja mengalokasi paparan.

Keuntungan penelitian kohort adalah:
1. Dapat dikuantifikasi dengan akurat jumlah paparan yang diterima populasi,
2. Penyakit yang terjadi dapat diperiksa dan dibuat diagnosa secara teliti,
3. Tidak terjadi bias seperti pada case-control
4. Hubungan sebab dan akibat lebih jelas/pasti dan lebih menyakinkan
5. Merupaka pengukuran resiko yang sangat langsung
6. Mendapatkan Insiden Risk dan Relative Risk secara langsung
7. Dapat melihat hubungan satu penyebab terhadap beberapa akibat
8. Dapat mengikuti secara langsung kelompok yang dipelajari
9. Dapat menentukan lebih dulu causa atau efek
10. Biasnya lebih kecil

Kerugian penelitian seperti ini adalah:
1. Follow up bisa sangat lama sebelum terjadi penyakit, karenanya menjadi mahal,
2. Populasi banyak yang tidak tetap berada dilingkungan terpapar atau berpindah, sehingga sulit memperkirakan paparan individual,
3. Kemungkinan populasi pindah dan meninggal akibat penyakit lain, menyebabkan banyak ‘drop-out’, yang mungkin sulit untuk diganti, dan data menjadi sangat sedikit,
4. Apabila penyakit jarang sekali didapat, maka waktu penelitian tambah lama,
5. Jumlah ‘drop-out’ biasanya sebanding dengan lamanya penelitian
6. Lama dalam persiapan dan hasil yang diperoleh
7. Hanya bisa mengamati satu factor penyebab
8. Kurang bagus untuk penyakit yang jarang
9. Melihat keuntungan case-control dan kohort, maka biasanya, penelitian kohort dilakukan setelah selesai penelitian retrospektif.

RUMUS
a. Insiden Risk ( IR )
b. Relative Risk ( RR ) = ( R kelompok terpapar) / (IR kelompok tidak terpapar) = (a/a + b)/c/c + d
c. Attributable Risk = IR kelompok terpapar - IR kelompok tidak terpapar

INTERPRETASI
a. RR = 1, risiko kelompok terpapar sama dengan kelompok tidak terpapar
b. RR > 1, terpapar menyebabkan sakit
c. RR < 1, terpapar mencegah sakit
Contoh :
Hubungan kebiasaan merokok dengan frekuensi kasus hipertensi Di Puskesmas ngresep II , dengan menggunakan rancangan atau pendekatan kohort.


Langkah-langkah :
1. Mengidentifikasi faktor efek (variabel dependen) dan resiko (variabel independen) serta variabel-variabel pengendali (variabel kontrol).
a. Variabel dependen : frekuensi kasus hipertensi
b. Variabel independen : Merokok
c. Variabel pengendali : Umur, pekerjaan dan pengetahuan
2. Menetapkan subjek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian. Misalnya yang menjadi populasi adalah semua pria di suatu wilayah atau tempat tertentu, dengan umur antara 40 sampai dengan 50 tahun, baik yang merokok maupun yang tidak merokok.
3. Mengidentifikasi subjek yang merokok (resiko positif) dari populasi tersebut, dan mengidentifikasi subjek yang tidak merokok (resiko negatif) sejumlah yang kurang lebih sama dengan kelompok merokok.
4. Mengobservasi perkembangan efek pada kelompok orang-orang yang merokok (resiko positif) dan kelompok orang yang tidak merokok (kontrol) sampai pada waktu tertentu, misal selama 10 tahun ke depan, untuk mengetahui adanya perkembangan atau kejadian hipertensi.
5. Mengolah dan menganalisis data secara deskriptif dan analitik.

pendekatan Epidemiologi

PENELITIAN EPIDEMIOLOGI
Dalam epidemiologi dikenal tiga model dasar penelitian obsevasional analitis, yakni model case-control, kohort, dan cross-sectional
I. Model case-control ( Studi Kasus Kontrol )
Studi kasus kontrol adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, yaitu dengan membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Ciri-ciri studi kasus kontrol adalah pemilihan subyek berdasarkan status penyakit, untuk kemudian dilakukan pengamatan apakah subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak.
Keuntungan, dari case-control ini adalah:
1. Dapat cepat selesai
2. Waktu pendek,maka biaya jadi murah
3. Informasi mudah didapat dari penderita atau keluarganya
4. Relatif lebih murah dan cepat memperoleh hasil serta cepat dalam persiapan survey
5. Baik dilaksanakan untuk penyakit yang jarang atau masa inkubasinya lama
6. Dapat melihat hubungan beberapa penyebab terhadap satu akibat
7. Studi case – control sangat berguna untuk meneliti masalah kesehatan yang jarang terjadi di masyarakat
8. Sangat berguna untuk mempelajari karakteristik berbagai faktor resiko yang potensial pada masalah kesehatan yang diteliti
Kerugiannya adalah:
1. Data tentang paparan didasarkan atas ingatan orang yang sedang menderita sakit atau telah lama berlalu,sehingga tidak akurat dan sering terjadi bias.
2. Populasi kasus yang diteliti hanya mereka yang masih hidup (prevalensi), sehingga juga menimbulkan bias.
3. Control seringkali tidak berasal dari populasi yang sama,juga dapat menimbulkan bias.
4. Tidak dapat dipakai untuk menentukan incidence rate dari penyakit
5. Data faktor resiko dikumpulkan setelah terjadinya penyakitnya dan sering data tidak lengkap serta tejadi penyimpangan
6. Odds Ratio tidak dapat dipergunakan untuk mengestimasi resiko relative bila masalah kesehatan yang sedang diteliti terdapat dimasyarakat lebih dari 5 %
7. Sulit untuk menghindari terjadinya bias seleksi karena populasi penelitian berasal dari dua populasi yang berbeda
8. Sulit untuk menentukan kelompok control yang tepat ( kemungkinan ada bias )
9. Karena waktu proses sudah berlalu, maka sulit untuk mendapatkan informasi yang akurat, adanya pengaruh faktor luar dan tidak dapat diketahui lebih mendalam mekanisme hubungan sebab akibat
10. Tidak dapat menentukan relative risk secara langsung
11. Sulit menentukan apakah “causa” mendahului “effect”
12. Sulit melihat pada effect ganda dari suatu causa tertentu


RUMUS
Odds Ratio =( a . d ) /( b . c)
Confidence Interval Odds Ratio = upper OR ( 1+Z/X )
= lower OR ( 1- Z/X )

INTERPRETASI
OR = 1, resiko kelompok terpapar sama dengan kelompok tidak terpapar
OR > 1, terpapar menyebabkan sakit
OR <1, terpapar mencegah sakit
Contoh :
Hubungan kebiasaan merokok dengan frekuensi kasus hipertensi Di Puskesmas ngresep II , dengan menggunakan rancangan atau pendekatan case control.

Langkah-langkah :
1. Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian
Variabel dependen : frekuensi kasus hipertensi
Variabel independen : kebiasaan merokok
Variabel independent yang lain : pengetahuan, perilaku dan musim.
2. Menentukan subjek penelitian (populasi dan sample penelitian). Subjeknya adalah bapak yang merokok. Tempat : puskesmas ngresep II, waktu : juli.
3. Mengidentifikasi kasus, yaitu bapak yang mempunyai kebiasaan merokok.
4. Melakukan pengukuran secara retrospektif. Pengukuran terhadap kasus (bapak yang menderita hipertensi) dan dari kontrol (bapak yang tidak menderita hipertensi). Memberikan pertanyaan kepada bapak dengan metode recall dan wawancara mendalam.
5. Melakukan pengolahan dan analisis data secara deskriptif dan analitik.